BAB I
LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian Bank Syari’ah
Menurut Undang Undang
No. 10 Tahun 1998 Bank Syari’ah adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas perekonomian. Tujuan Fungsi
Perkembangan Menurut Para Ahli - Prinsip syariah dalam Pasal 1 ayat 13
Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
1.2 Bidang Usaha
Bank Syari’ah
Berikut
bidang usaha yang umumnya ada di perbankan syari’ah di Indonesia:
- Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
- Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
- Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
- Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
- Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
- Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
- Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
- Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau BI;
- Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;
- Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan pinsip syariah;
- Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;
- Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah;
- Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah;
- Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; dan
- Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah;
- Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
- Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
- Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah;
- Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
- Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
- Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
- Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal;
- Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.
1.3 Ciri-ciri Bank Syari’ah
Dalam bank Syari’ah
hubungan bank dengan nasabah adalah hubungan kontrak (akad) antara investor
pemilik dana (shohibul maal) dengan investor pengelola dana (mudharib) bekerja
sama untuk melakukan kerja sama yang produktif dengan keuntungan dibagi secara
adil. Bank Syari’ah pada umumnya memiliki ciri-ciri berikut yang menjadi
pembeda antara bank syari’ah dan konvensional.
- Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.
- Penggunaan presentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena presentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
- Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan dimuka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata.
- Pengarahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang.
- Diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang diniayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti.
- Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. selain itu manajer dan pimpinan Islam harus menguasai dasar-dasar rnuamalah Islam.
- Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal dengan pihak yang rnembutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
1.4 Mekanisme Dasar Bank Syari’ah
Sebagai sebuah lembaga
intermediasi keuangan, mekanisme dasar bank syariah adalah menerima deposito
dari pemilik modal (depositor) pada sisi liability-nya (kewajiban) untuk kemudian
menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola atau skema
pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua
kategori utama, yaitu interest-free current and saving accounts dan investment
accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) antara
pihak bank dengan pihak depositor. Sedangkan pada sisi aset, yang termasuk
didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai
standar syariah, seperti mudarabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.
Untuk mencapai tujuan
akuntansi yang bersifat standar, maka struktur dasar aktivitas investasi dapat
kita bagi kedalam dua bagian, yaitu pertama, unrestricted investment accounts
(rekening investasi tanpa batasan) dan yang kedua, yaitu restricted investment
accounts (rekening investasi dengan batasan). Adapun maksud poin yang pertama
adalah bank Islam memiliki kebebasan untuk menginvestasikan dana yang
diterimanya pada berbagai kegiatan investasi tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
tertentu, termasuk menggunakannya secara bersama-sama dengan modal pemilik
bank. Sedangkan maksud pada poin yang kedua adalah pihak bank hanya bertindak
sebagai manajer yang tidak memiliki otoritas untuk mencampurkan dana yang
diterimanya dengan modal pemilik banknya tanpa persetujuan investor. Selain
kedua hal tersebut, bank syariah juga harus merefleksikan fungsinya sebagai
pengelola dana zakat, dan dana-dana amal lainnya termasuk dana qard hasan.
Sementara itu, pada aspek pengenalan (recognition), pengukuran (measurement),
dan pencatatan (recording) setiap transaksi pada sistem akuntansi bank syariah
terdapat kesamaan dengan proses-proses yang terjadi pada sistem konvensional.
Untuk menjaga
konsistensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal bank, maupun untuk
menjamin kesesuaiannya dengan syariat Islam, maka kita perlu mendefinisikan
tujuan standarisasi akuntansi keuangan pada bank syariah. Hal ini juga sebagai
upaya untuk memberikan panduan umum didalam menentukan sejumlah pilihan berdasarkan
alternatif-alternatif yang ada. Adapun tujuan sistem akuntansi keuangan ini
adalah pertama, untuk menentukan hak dan kewajiban semua pihak yang
berkepentingan, seperti para depositor dan pemilik bank. Kemudian yang kedua
adalah untuk menjamin keamanan dan keselamatan aset bank syariah, termasuk
menjamin hak bank yang bersangkutan dan hak stakeholder lainnya. Yang ketiga,
menjamin perbaikan manajemen dan kapabilitas produktif bank syariah agar
senantiasa selaras dengan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan yang
keempat adalah untuk menyediakan laporan keuangan yang berguna bagi para
pemakainya ¡ªseperti pemegang saham, pemilik rekening, otoritas fiskal, dll,
sehingga memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang legitimate didalam
melakukan negosiasi dan transaksi dengan pihak bank syariah.
Agar sebuah laporan
keuangan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka kualitas
informasi yang diberikan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (i)
asas manfaat, terutama bagi pihak pemakainya; (ii) relevansi antara laporan
keuangan tersebut dengan tujuan pelaporannya; (iii) tingkat kepercayaan; (iv)
komparabilitas, artinya dapat diperbandingkan berdasarkan periode waktu
tertentu; (v) konsistensi, artinya metode yang digunakan konsisten dan tidak
mudah berubah; dan (vi) mudah dipahami, serta tidak multi interpretasi. Selain
keenam hal tersebut, informasi yang diberikan juga harus mencakup beberapa
aspek. Pertama, informasi yang tersedia harus mampu menggambarkan pencapain
tujuan yang ada dan konsistensinya dengan syariat. Jika bank melakukan deal
pada transaksi yang diharamkan, misalnya terkait dengan sistem riba, maka harus
dijelaskan secara detil mengenai pemisahan pencatatan transaksi tersebut. Dan
yang kedua, informasi tersebut harus mampu membantu pihak luar bank untuk
mengevaluasi rasio kecukupan modal, resiko investasi, likuiditas, dan berbagai
aspek finansial perbankan lainnya. Ini sangat penting dilakukan, sehingga
kredibilitas bank dapat dipertanggungjawabkan.
1.5 Sistem Perbankan Syari’ah
Sistem perbankan syariah adalah
alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak
(nasabah dan bank), yang di dukung oleh keanekaragaman produk dan skema
keuangan yang lebih variatif, dan dilakukan secara transparan agar adil bagi
kedua belah pihak. Perbankan yang kredibel dan menjadi pilihan masyarakat
Indonesia.
Kehadiran sistem perbankan syariah
di Indonesia semakin mudah di temukan oleh masyarakat, dengan mengenali logo iBdi
bank-bank terkemukan terdekat. iB memudahkan masyarakat untuk mengenali
tersedianya jasa perbankan syariah di manapun di seluruh Indonesia. Logo iB
merupakan penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia, yang
merupakan kritalisasi dari nilai-nilai utama sistem perbankan syariah yang
modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretikan. Dengan adanya iB
sebagai penanda, masyarakat akan merasa lebih nyaman karena produk dan jasa
layanan perbankan yang diberikan akan mengutamakan nilai-nilai keadilan,
transparan, keseimbangan etika, dan kebaikan sosial bersama.
Berikut daftar perbedaan antara Bank
Syari’ah dan Bank Konvensional
Tabel
1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional.
Bank Syariah
|
Bank Konvensional
|
a. Berdasarkan prinsip investasi bagi hasil
b. Menggunakan prinsip jual-beli c. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan d. Melakukan investasi-investasi yang halal saja e. Setiap produk dan jasa yang diberikan sesuai dengan fatwa Dewan Syariah f. Dilarangnya gharar dan maisir g. Menciptakan keserasian diantara keduanya. h. Tidak memberikan dana secara tunai tetapi memberikan barang yang dibutuhkan (finance the goods and services) i. Bagi hasil menyeimbangkan sisi pasiva dan aktiva. |
a. Berdasarkan tujuan membungakan uang
b. Menggunakan prinsip pinjam-meminjam uang. c. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur d. Investasi yang halal maupun yang haram e. Tidak mengenal Dewan sejenis itu. f. Terkadang terlibat dalam speculative FOREX dealing g. Berkontribusi dalam terjadinya kesenjangan antara sektor riel dengan sektor moneter. h. Memberikan peluang yang sangat besar untuk sight streaming (penyalah gunaan dana pinjaman) i. Rentan terhadap negative spread |
Tabel 2. Perbedaan
Bunga dan Bagi Hasil
Bunga
|
Bagi Hasil
|
a. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus
selalu untung.
b. Besarnya bunga adalah suatu persen-tase tertentu terhadap besarnya uang yang dipinjamkan. c. Besarnya bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa mempertimbang-kan apakah proyek/usaha yang dijalankan oleh nasabah / mudharib untung atau rugi. d. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam. |
a. Penentuan besarnya nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada kemungkinan untung-rugi.
b. Besarnya bagi hasil adalah berdasarkan nisbah terhadap besar-nya keuntungan yang diperoleh. c. Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek/usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi maka kerugian akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali kerugian karena kelalaian, salah urus, atau pelanggaran oleh mudharib. d. Tidak ada yang meragukan keabsah-an bagi-hasil. |
Sumber : Muhammad
Syafii Antonio (2001), Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek (Gema Insani Press
bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia).
BAB II
OBJEK PENELITIAN
2.1 Profil Bank Muamalat
Objek yang digunakan penyusun adalah
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk yang didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau
1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah
Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei
1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga
menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan
senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan.
Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana
Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut
menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya
dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai
Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi
Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan
beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90an, Indonesia
dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia
Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen
korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio
pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar
Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang
dari sepertiga modal setor awal.
Dalam upaya memperkuat
permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi
secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah,
Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu
pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan
2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank
Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan
kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat,
ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat,
serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank
Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan
kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh
Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan
penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang
saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada,
dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun,
(iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi
prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan
landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda
utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan
menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada
tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat
Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan
seterusnya.
Saat
ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui
275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula
oleh aliansi melalui lebih dari 4000
Kantor Pos Online/SOPP di seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant
debet. BMI saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka
cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan
aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan
Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di
lebih dari 2000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank
muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply
terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga
pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media massa,
lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70
award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun Terakhir. Penghargaan yang
diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic
Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Financial Institution in
Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York) serta sebagai The Best Islamic
Finance House in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).
2.2 Produk-produk Bank Muamalat
Pendanaan
Ø Giro Wadiah
Ø Tabungan
Ø Deposito
Ø Tarif
·
Pembiayaan
Ø Konsumen
Ø Modal Kerja
Ø Investasi
·
Layanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar